KEPERAWATAN GERONTIK

Senin, 13 Desember 2010

PSIKOGERIATRI


Proses menua ( lansia ) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara khusus pada lansia.

Masalah-masalah yang menyertai lansia :
1. Ketidak berdayaan fisik yang menyebabkan ketergantungan pada orang lain.
2. Ketidakpastian ekonomi sehingga memerlukan perubahan total dalam pola hidupnya.
3. Membuat teman baru untuk mendapatkan ganti mereka yang telah meninggal atau pindah 
4. Mengembangkan aktifitas baru untuk mengawasi waktu luang yang bertambah banyak.
5. Belajar memperlakukan anak-anak yang telah tumbuh dewasa.
6. Peningkatan stressor, diakibatkan oleh : hemiplegic, deficit sensorik, hospitalisasi, kesulitan bicara, kehilangan anak dan teman dan cara kerja yang tidak bisa dilakukan sebagaimana waktu dahulu.
7. Post power sindrom, keadaan mal adjustment mental dari edudukan seseorang yang
mempunyai kedudukan dari ada menjadi tidak ada dan menunjukkan gejala frustasi, depresi dan lainnya.
   
Proses penuaan dapat dipengaruhi oleh factor-faktor internal dan eksternal. Proses penuaan dibagi menjadi dua yaitu :
1. Proses penuaan primer : adalah proses penuaan yang berlangsung secara wajar tanpa pengaruh dari  luar.
2. Proses penuaan sekunder : adalah proses penuaan yang dipengaruhi oleh stress psikis, sosial serta kondisi lingkungan.

Psikogeriatri merupakan suatu pendekatan integrative adaptasi di kemudian hari. Dengan demikian , masalah dan perkembangan kehidupan selanjutnya harus dilihat dari bio-psiko-perspektif sosial-ekonomi, spiritual, lingkungan, psikologis, dan faktor biologis. Gejala penyakit psikogeriatri harus di pahami dengan mempertimbangkan gejala tertentu, kepribadian individu, sosial dan lingkungan budaya, dan reaksi psikologis individu peristiwa kehidupan tertentu.

Ciri-ciri pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
1. Keterbatasan fungsi tubuh, dengan makin meningkatnya usia.
2. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative.
3. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
    - Ketergantungan pada orang lain
    - Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
4. Hal yang menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis) sehingga membawa lansia kearah  kerusakan  / kemerosotan (deteriorisasi) yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak. Misal : panik, bingung, apatis dan depresif biasanya berasal dari stressor psikososial yang berat : kematian pasangan hidup dan keluarga, berurusan dengan hukum dan trauma psikis.

Faktor-faktor yang dihadapi para lansia yang mempengaruhi kesehatan jiwa:

1. Penurunan Kondisi Fisik
Setelah orang memasuki masa lansia umumnya mulai dihinggapi adanya kondisi fisik yang bersifat berganda,  misalnya tenaga berkurang, energi menurun, kulit keriput, tulang rapuh gigi rontok dsb. Secara umum kondisi fisik seseorang lansia mengaami penurunan berlipat. Dan harus menyelaraskan fisik , psikologis dan sosial dengan mengatur pola hidupnya nyadengan baik misal  : makan, istirahat dan bekerja secara seimbang.

2. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual
Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik seperti : Gangguan jantung, gangguan metabolisme, misal diabetes millitus, vaginitis, baru selesai operasi misalnya prostatektomi, kekurangan gizi, karena pencernaan kurang sempurna atau nafsu makan sangat kurang, penggunaan obat-obat tertentu, seperti antihipertensi, golongan steroid, tranquilizer.

3. Perubahan Mental
Perubahan mental ini erat sekali kaitannya dengan perubahan fisik, keadaan kesehatan, tingkat pendidikan atau pengetahuan serta situasi lingkungan. Intelegensi diduga secara umum makin mundur terutama factor penolakan abstrak mulai lupa terhadap kejadian baru, masih terekam baik kejadian masa lalu. Dari segi mental emosional sering muncul perasaan pesimis, timbulnya perasaan tidak aman dan cemas, adanya kekacauan mental akut, merasa terancam akan timbulnya suatu penyakit atau takut ditelantarkan karena tidak berguna lagi. Munculnya perasaan kurang mampu untuk mandiri serta cenderung bersifat entrovert.
Faktor-faktor yang mempegruhi perubahan kondisi mental :
- Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
- Kesehatan umum.
- Tingkat pendidikan.
- Keturunan.
- Lingkungan .
- Gangguan syaraf panca indra, timbul kebutaan dan ketulian .
- Gangguan konsep diri akibat kehilangan jabatan.
- Rangkaian dari kehilangan, yaitu kehilangan hubungan dengan teman dan family.
- Hilangnya kekuatan dan ketegapan fisik, perubahan terhadap gambaran diri, perubahan konsep diri.

4. Perubahan psikososial
Masalah-masalah ini serta reaksi individu terhadapnya akan sangat beragam, tergantung pada kepribadian
individu yang bersangkutan. Pada saat ini orang yang telah menjalani kehidupannya dengan bekerja
mendadak diharapkan untuk menyesuaikan dirinya dengan masa pensiun. Bila ia cukup beruntung dan bijaksana, mempersiapkan diri untuk masa pensiun dengan menciptakan bagi dirinya sendiri berbagai bidang minat untuk memanfaatkan waktunya, masa pensiunnya akan memberikan kesempatan untuk menikmati sisa hidupnya. Tetapi bagi banyak pekerja pensiun berarti terputus dari lingkungan dan teman-teman yang akrab dan disingkirkan untuk duduk-duduk dirumah Perubahan psikososial yang lainnya adalah merasakan atas dadar akan kematian, perubahan cara hidup : memasuki rumah perawatan, penghasilan menurun : biaya hidup meningkat dan tambahan biaya pengobatan, penyakit kronis dan ketidakmampuan, kesepian akibat pengasingan diri lingkungan sosial, kehilangan hubungan dengan teman dan keluarga, hilangnya kekuatan dan ketegangan fisik perubahan konsep diri dan kematian pasangan hidup.

Perubahan mendadak dalam kehidupan rutin barang tentu membuat mereka merasa kurang melakukan kegiatan yang berguna antara lain :
a. Minat
Pada umumnya diakui bahwa minat seseorang berubah dalam kuantitas maupun kualitas pada masa lanjut
usia. Kendati perubahan minat pada usia lanjut jelas berhubungan dengan menurunnya kemampuan fisik, tidak dapat diragukan bahwa hal-hal tersebut dipengaruhi oleh faktor-faktor sosial.
b. Isolasi dan kesepian
Banyak faktor bergabung sehingga membuat orang lanjut usia terisolasi dari yang lain. Secara fisik, mereka kurang mampu mengikuti aktivitas yang melibatkan usaha. Mungkin menurunnya kualitas organ indera yang mengakibatkan ketulian, penglihatan yang makin kabur, dan sebagainya. Selanjutnya membuat orang lanjut usia merasa terputus dari hubungan dengan orang-orang lain. Faktor lain yang membuat isolasi makin menjadi lebih parah lagi adalah perubahan sosial, terutama mengendornya ikatan kekeluargaan. Bila orang usia lanjut tinggal brsama sanak saudaranya, mereka mungkin bersikap toleran terhadapnya, tetapi jarang menghormatinya. Lebih sering terjadi orang lanjut usia menjadi terisolasi dalam arti kata yang sebenarnya, karena ia hidup sendiri.Dengan makin lanjutnya usia, kemampuan mengendalikan perasaan dengan akal mengalah dan orang cenderung kurang dapat mengekang dari dalam perilakunya . frustasi kecil yang pada tahap usia yang lebih muda tidak menimbulkan masalah, pada tahap ini membangkitkan luapan emosi dan mereka mungkin bereaksi dengan ledakan amarah atau sangat tersinggung terhadap peristiwa-peristiwa yang menurut kita tampaknya sepele.
c. Peranan iman
Menurut proses fisik dan mental pada usia lanjut memungkinkan orang yang sudah tua tidak begitu membenci dan merasa kuatir dalam memandang akhir kehidupan dibandingkan orang yang lebih muda. Namun demikian, hampir tidak dapat disangkal lagi bahwa iman yang teguh adalah senjata yang paling ampuh untuk melawan rasa takut terhadap kematian. Usia lanjut memang merupakan masa dimana kesadaran religius dibangkitkan dan diperkuat. Keyakinan iman bahwa kematian bukanlah akhir tetapi merupakan permulaan yang baru memungkinkan individu menyongsong akhir kehidupan dengan tenang dan tentram.
d. Perubahan kognitif
Perubahan pada fungsi kognitif diantaranya adalah :
- Kemunduran umumnya terjadi pada tugas-tugas yang membutuhkan kecepatan dan tugas yang memerlukan memori jangka pendek.
- Kemampuan intektual tidak mengalami kemunduran.
- Kemampuan verbal dalam bidang vokabular (kosakata) akan menetap tidak ada penyakit.
e. Perubahan spiritual
- Agama atau kepercayaan makin terintegrasi dalam kehidupannya (Maslow,1970).
- Lanjut usia makin matur dalam kehidupan agamanya, hal ini terlihat dan berfikir dan bertindak dalam sehari-hari (Murray dan Zentner,1970).
- Perkembangan spiritual pada usia 70 tahun menuurut Fowler : Universalizing, Perkembangan yang dicapai  ada tingkat ini adalah berfikir dan bertindak dengan cara memberikan contoh cara mencintai dan keadilan.
5. Perubahan Dalam Peran Sosial di Masyarakat
Akibat penurunan fungsi indra akan muncul gangguan fungsional atau kecacatan, sehingga menimbulkan
keterasingan. Hal tersebut dapat di cegah dengan mengajak mereka aktivitas agar tidak merasa diasingkan. Jika tidak akan menimbulkan perilaku regresi ( berperilaku seperti anak kecil). Dalam menghadapi masalah di atas, umumnya lansia yang memiliki keluarga bagi orang-orang kita (budaya ketimuran) masih sangat beruntung karena anggota keluarga seperti anak, cucu, cicit, sanak saudara bahkan kerabat umumnya ikut membantu memelihara (care) dengan penuh kesabaran dan pengorbanan. Namun bagi mereka yang tidak punya keluarga atau sanak saudara, atau punya pasangan hidup namun tidak punya anak dan pasangannya sudah meninggal, apalagi hidup dalam perantauan sendiri, seringkali menjadi terlantar.

Psikogeriatri adalah sebuah model somatopsychic dipahami secara luas dan psikosomatic patologi. Sebagai contoh , stroke mungkin endapan depresi. Isolasi sosial dapat berdampak berkontribusi gizi atau kecanduan alcohol, sehingga berdampak pada kondisi mental. Demensia dapat menyebabkan perawatan gigi yang buruk dan masalah gigi yang signifikan. Psikogeriatri mencangkup pencegahan, diagnosis, perawatan dan rehabilitasi. Koordinasi pengobatan dan rehabilitasi terlalu sering diabaikan. Namun langkah-langkah rehabilitatif merupakan bagian integral dari psikogeriatri.

Psikogeriatri menekankan multidisipliner dan interdisipliner dan terutama tidak hanya dalam pelayanan tetapi juga dalam pendidikan dan penelitian. Interdisipliner intedigitates keterampilan dan usaha professional diberbagai bidang untuk membangun sebuah usaha sinergis dimana total lebih daripada jumlah bagian-bagiannya.

Iklim terapeutik pada psikogeriatri terdapat pendekatan yang berbeda :
- Pasien yang butuh bimbingan : Latihan realitas dan orientasi
- Pasien yang butuh perhatian : validation therapy
- Pasien yang butuh pelayanan : mengaktifkan indera dan relaksasi

Pemeriksaan psikiatrik pada usia lanjut
Karena tingginya prevelansi gangguan kognitif pada usia lanjut, dokter harus menentukan apakah penderita mengerti sifat dan tujuan pemeriksaan. Jika penderita mengalami gangguan kognitif, riwayat sakit harus didapatkan dari anggota keluarga atau mereka yang merawatnya. Namun, penderita harus diperiksa tersendiri untuk menggali adakah pikiran bunuh diri atau gagasan paranoid dari penderita yang mungkin tidak diungkapkan dengan kehadiran sanak saudara atau seorang perawat.

1. Riwayat psikiatrik
Bisa didapatkan dari alo- atau oto- amamnesis. Riwayat psikiatrik lengkap termasuk identifikasi awal (nama, usia, jenis kelamin, status perkawinan), keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu (termasuk gangguan fisik yang pernah diderita), riwayat pribadi dan riwayat keluarga, pemakaian obat yang sedang atau pernah digunakan.

Penderita yang berusia 65 keatas sering memiliki keluhan subyektif adanya gangguan daya ingat yang ringan, seperti tidak dapat mengingat kembali nama orang atau keliru meletakkan benda. Gangguan daya ingat yang berhubungan dengan usia tersebut perlu dibedakan dengan kecemasan pada saat dilakukan pemeriksaan. Riwayat medis harus meliputi semua penyakit berat, kehilangan kesadaran, nyeri kepala, masalah pendengaran dan penglihatan , serta riwayat penggunaan alkohol.

Riwayat kanak-kanak, remaja, dan dewasa penderita dapat memberikan informasi tentang kepribadian pramorbidnya dan memberikan petunjuk penting tentang strategi cara dan mekanisme pertahanan jiwa yang mungkin digunakan oleh penderita usia lanjut tersebut dalam keadaan stress. Dan juga perlu dicari riwayat ketidakmampuan belajar atau adanya disfungsi serebral.

Riwayat kanak – kanak , remaja dan dewasa dari penderita dapat memberikan informasi tentang kepribadian pramorbidnya dan memberikan petunjuk penting tentang strategi cara dan mekanisme pertahanan jiwa yang mungkin digunakan oleh penderita usia lanjut tersebut dalam keadaan stress. Riwayat ketidak mampuan belajar atau adanya disfungsi sereblar minimal perlu dicari karena mempunyai arti yang bermakna.

Hubungan dengan teman-teman , olahraga , hobi , aktivitas khusus dan pekerjaan juga perlu ditanyakan secara rinci. Riwayat pekerja harus termasuk perasaan penderita tentang pekerjaannya, hubungan dengan teman sekerja, masalah dengan atasan, riwayat ganti-ganti pekerjaan dan sikap terhadap pensiun. Kepada penderita juga harus ditanyakan tentang rencana masa depan. Apa harapan dan kecemasan/katakutan penderita. (Gunandi, 1984).

Riwayat keluarga harus termasuk penjelasan tentang sikap orang tua penderita dan adaptasi terhadap ketuaan mereka. Jika mungkin informasi tentang kamatian orang tua, riwayat gangguan jiwa dalam keluarga. Situasi sosial penderita sekarang harus dinilai. Siapa yang merawat penderita, apakah penderita mempunyai anak. Bagaimana karakteristik hubungan orangtua-anak. Riwayat sosial ekonomi dipakai untuk menilai peran ekonomi dalam mengelolah penyakit penderita dan membuat anjuran terapi yang realistik (Gunandi , 1982).

Riwayat perkawinan, termasuk penjelasan tentang pasangan hidup dan karakteristik hubungan. Jika penderita adalah janda atau duda, harus digali bagaimana rasa duka citanya dulu saat ditinggal mati oleh pasangannya. Jika kehilangan pasangan hidup terjadi dalam satu tahun terakhir, penderita dalam keadaan resiko tinggi mengalami peristiwa fisik atau psikologik yang merugikan.
Riwayat seksual penderita termasuk aktivitas seksual, orientasi libido, masturbasi, hubungan gelap diluar perkawinan dan gejala disfungsi seksual.

2. Pemeriksaan status mental
Pemeriksaan status mental meliputi bagaimana penderita berpikir (proses pikir), merasakan dan bertingkah laku selama pemeriksaan. Keadan umum penderita adalah termasuk penampilan, aktivitas psikomotorik, sikap terhadap pemeriksa dan aktivitas bicara.

Gangguan motorik, antara lain gaya berjalan menyeret, posisi tubuh membungkuk, gerakan jari seperti memilin pil, tremor dan asimetri tubuh perlu dicatat. Banyak penderita depresi mungkin lambat dalam berbicara dan gerakannya. Wajah seperti topeng terdapat pada penderita penyakit Parkinson Bicara penderita dalam keadaan teragitasi dan cemas mungkin tertekan. Keluar air mata dan menangis ditemukan dalam gangguan depresi dan gangguan kognitif, terutama jika penderita merasa frustasi karena tidak mampu menjawab pertanyaan pemeriksa. Adanya alat bantu dengar atau indikasi lain bahwa penderita menderita gangguan pendengaran, misalnya selalu minta pertanyaan diulang, harus dicatat (Gunandi, 1984).

Sikap penderita pada pemeriksa untuk berkerjasama, curiga, bertahan dan tak berterimakasih dapat memberi petunjuk tentang kemungkinan, adanya reaksi transferensi. Penderita lanjut usia dapat bereaksi pada dokter muda seolah-olah dokter adalah seorang tokoh yang lebih tua, tidak peduli terhadap adanya perbedaan usia.

 Penilaian fungsi, Penderita lanjut usia harus diperiksa tentang kemampuan mereka untuk mempertahankan kemandirian dan untuk melakukan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari. Aktifitas tersebut adalah termasuk ke toilet, menyiapkan makanan , barpakaian, berdandan dan makan. Derajat kemampuan fungsional dalam perilaku sehari-hari adalah suatu pertimbangan penting dalam menyusun rencana terapi selanjutnya.

Mood, perasaan dan afek, Di Negara lain, bunuh diri adalah salah satu penyebab utama kematian pada golongan usia lanjut. Oleh karenanya pemeriksaan ide bunuh diri pada penderita lanjut usia sangat penting. Perasaan kesepian, tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya adalah gejala depresi . Kesepian merupakan alasan yang paling sering dinyatakan oleh para lanjut usia yang ingin bunuh diri. Depresi merupakan resiko yang tinggi untuk bunuh diri ( Gunandi, 1984). Pemeriksa harus secara spesifik menanyakan tentang adanya pikiran bunuh diri, apakah penderita merasa kehidupannya tidak berharga lagi, apakah ia merasa lebih baik mati atau jika mati tidak membebani orang lain.

Gangguan persepsi, Halusinasi dan ilusi pada lanjut usia merupakan fenomena yang disebabkan oleh penurunan ketajaman sensorik. Pemeriksa harus mencatat apakah penderita mengalami kebingungan terhadap waktu atau tempat selama episode halusinasi. Adanya kebingungan menyatakan suatu kondisi organik. Halusinasi dapat disebabkan oleh tumor otak dan patologi fokal yang lain. Pemeriksaan yang lebih lanjut diperlukan untuk menentukan diagnosa pasti.

Fungsi visuospasial, Suatu penurunan kapasitas visuospasial adalah normal dengan lanjutnya usia.meminta penderita untuk mencontoh gambar atau menggambar. Pemeriksaan neuropsikologis harus dilaksanakan jika fungsi visuospasial sangat terganggu.

Proses berfikir, Gangguan pada progresi pikiran adalah neologisme, gado-gado kata, sirkumstansialitas, asosiasi longgar, asosiasi bunyi, flight of ideas, dan retardasi. Hilangnya kemampuan untuk mengerti pikiran abstrak mungkin tanda awal dementia. Isi pikiran harus diperiksa adanya obsesi, preokupasi somatic, komplusi atau waham. Gagasan tentang bunuh diri dan pembunuhan harus dicari.

Sensorium dan kognisi, Sensorium mempermasalahkan fungsi dari indra tertentu, sedangkan kognisi memperasalahkan informasi dan intelektual.

Kesadaran, Indikator yang peka terhadap disfungsi otak adalah adanya perubahan kesadaran, adanya fluktuasi tingkat kesadaran atau tampak letargik. Pada keadaan yang berat penderita dalam keadaan somnolen atau strupor.

Orientasi, Gangguan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang berhubungan dengan gangguan kognisi.gangguan orientasi sering ditemukan pada gangguan kognitif, gangguan kecemasan, gangguan konversi, dan gangguan kepribadian terutama selama episode fisik atau lingkungan yang tidak mendukung. Pemeriksa harus menguji orientasi tempat dengan meminta penderita menggambarkan lokasi saat ini. Orientasi terhadap orang diniai dengan dua cara : apakah penderita mengenal namanya sendiri serta dokter dan perawat. Orientasi waktu diuji dengan menanyakan tanggal, hari, bulan dan tahun.

Daya ingat, Dinilai dalam hal daya ingat jangka panjang, pendek dan segera. Tes diberikan dengan memberikan angka enam digit dan penderita diminta untuk mengulangi maju dan mundur. Penderita yang tak terganggu daya ingatnya dapat mengingat enam angka maju dan lima angka mundur. Daya ingat jangka panjang diuji dengan menanyakan tempat tanggal lahir, nama dan hari ulang tahun anak penderita. Daya ingat jangka pendek diperiksa dengan menyebut tiga benda pada awal wawancara dan meminta penderita mengingat kembali benda tersebut diakhir wawancara. Atau dengan memberikan cerita singkat pada penderita dan penderita diminta untuk mengulangi cerita tadi secara tepat/persis.

Fungsi intelektual, konsentrasi, informasi dan kecerdasan. Menghitung dapat diujikan dengan meminta penderita untuk mengurangi 7 dari angka 100 dan mengurangi 7 lagi dari hasil akhir dan seterusnya sampai dicapai angka 2. Pemeriksa mencatat respon sebagai dasar untuk pengujian selanjutnya. Pengetahuan umum adalah yang berhubungan dengan kecerdasan. Penderita ditanya nama presiden Indonesia, nama kota besar di Indonesia. Pemeriksa harus memperhitungkan tingkat pendidikan penderita dalam menilai hasil dari beberapa pengujian tersebut.

Membaca dan menulis, Penting bagi klinisi untuk memeriksa kemampuan membaca dan menulis dan menentukan apakah penderita mempunyai deficit bicara khusus. Pemeriksa dapat meminta penderita membaca kisah singkat dengan suara keras atau menulis kalimat sederhana untuk menguji gangguan membaca atau menulis pada penderita. Apakah menulis dengan tangan kiri atau kanan juga perlu dicatat.

Pertimbangan, Pertimbangan (judgement) adalah kapasitas untuk bertindak sesuai dengan berbagai situasi. Apakah penderita menunjukkan gangguan pertimbangan, apa yang akan dilakukan oleh penderita, misal apakah penderita mampu membedakan antara orang kerdil dengan seorang anak?.

Beberapa Masalah di bidang Psikogeriatri
- Kesepian (loneliness)
Biasanya dialami oleh seseorang lanjut usia pada saat meninggalnya pasangan hidup atau teman dekat, terutama bila dirinya sendiri saat itu juga mengalami berbagai penurunan status kesehatan, misalnya menderita berbagai penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau gangguan sensorik, terutama gangguan pendengaran. Pada penderita kesepian ini peran dari organisasi sosial sangat berarti, karena bisa bertindak menghibur, memberikan motivasi untuk lebih meningkatkan peran sosial penderita, di samping memberikan bantuan pengerjaan pekerjaan di rumah bila menang terdapat disabilitas penderita dalam hal-hal tersebut.
- Duka cita (bereavement)
Periode duka cita merupakan suatu periode yang sangat rawan bagi seseorang penderita lanjut usia.
Meninggalnya pasangan hidup, seorang teman dekat bisa mendadak memutuskan ketahanan kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lansia, yang akan memicu gangguan fisik dan kesehatannya. Periode 2 tahun pertama setelah ditinggal mati pasangan hidup merupakan periode yang rawan. Periode ini orang tersebut justru harus dibiarkan untuk dapat mengekspresikan duka citanya tersebut. Sering diawali dengan perasaan kosong, kemudian diikuti dengan ingin menangis dan kemudian suatu episode depresi. Depresi akibat duka cita pada lansia biasanya tidak bersifat self limiting. Petugas kesehatan harus memberi kesempatan pada
episode tersebut berlalu diperlukan pendamping yang dengan penuh empati mendengarkan keluhan,
memberikan hiburan dimana perlu atau tidak membiarkan tiap episode berkepanjangan dan berjalan terlalu
berat. Apabila upaya diatas tidak berhasil, bahkan timbul depresi berat, konsultasi psikiatrik mungkin
diperlukan, dengan kemungkinan diberikan obat anti depresan.
- Depresi
Secara epidemologik, di negara barat depresi dikatakan terdapat 15-20% populasi usia lanjut di masyarakat. Insidensi bahkan lebih tinggi pada lansia yang ada di institusi. Di Asia angkanya jauh lebih rendah. Keadaan ini diduga karena terdapat faktor sosio-kultural-religi yang berpengaruh positif. Hadi martoyo hanya mendapatkan angka 2,3% dari penderita lansia yang dirawat di bangsal geriatric akut yang menderita depresi. Depresi bukan merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh patologi tunggal, tetapi biasanya bersifat multifaktorial. Pada usia lanjut, dimana stres lingkungan sering menyebabkan depresi dan kemampuan beradaptasi sudah menurun, akibat depresi pada usia lanjut seringkali tidak sebaik pada usia muda.
Diagnosis
Anamnesis merupakan hal yang sangat penting dalam diagnosis depresi dan harus diarahkan pada pencarian terjadinya berbagai perubahan dari fungsi terdahulu, dan terdapatnya 5 atau lebih gejala depresi mayor seperti disebutkan pada definisi depresi diatas. Aloanamnesis dengan keluarga atau informan lain bisa sangat membantu. Gejala depresi pada usia lanjut seiring hanya berupa apatis dan penarikan diri dari aktivitas sosial, gangguan memori, perhatikan serta memburuknya kognitif secara nyata. Tanda disfori atau sedih yang jelas seringkali tidak terdapat. Seringkali sukar untuk mengorek adanya penurunan perhatian dari hal-hal yang sebelumnya disukai, penurunan nafsu makan, aktivitas atau sukar tidur.
Depresi pada usia lanjut seringkali kurang atau tidak terdiagnosis karena hal-hal :
- Penyakit fisik yang diderita seringkali mengacaukan gambaran depresi, antara lain mudah lelah dan penurunan berat badan.
- Golongan lanjut usia seringkali menutupi rasa sedihnya dengan justru menunjukkan bahwa dia lebih aktif.
- Kecemasan, obsesionalitas, hysteria dan hipokondria yang sering merupakan gejala depresi justru sering menutupi depresinya. Penderita dengan hipokondria, misalnya justru sering dimasukkan ke bangsal penyakit dalam atau bedah (misalnya karena diperlukan penelitian untuk konstipasi dan lain sebagainya).
- Masalah sosial yang juga diderita seringkali membuat gambaran depresi menjadi lebih rumit.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan terdiri atas penatalaksanaan psikologik, pencegahan dan farmakologik. Rujukan ke psikiater dianjurkan apabila penderita menunjukkan gejala :
- Masalah diagnostic yang serius
- Risiko bunuh diri tinggi
- Pengabaian diri (self neglect) yang serius
- Agitasi, delusi atau halusinasi berat
- Tidak memberikan tanggapan atau tak patuh terhadap pengobatan yang diberikan
- Memerlukan tindakan/rawat inap di institusi atau pelayanan psikiatrik lain
Di antara obat-obatan depresi harus dipilih dan disesuaikan dengan keadaan dan gejala yang diderita. Untuk 
penderita yang secara fisik aktif, sebaiknya tidak diberikan obat yang memberikan efek sedative, sebaliknya penderita yang agiatif golongan obat tersebut mungkin diperlukan. Walaupun obat golongan litium mungkin
bisa memberikan efek, terutama penderita dengan depresan manik, obat ini sebaiknya hanya diberikan 
setelah berkonsultasi pada psikiater. Obat harus di berikan dengan dosis awal rendah dan berhati-hati bila terdapat penurunan fungsi ginjal.
- Gangguan cemas
Gangguan cemas dibagi dalam beberapa golongan, yaitu fobia, gangguan panic, gangguan cemas umum,
gangguan stress pasca trauma dan gangguan obsesif-kompulsif. Puncak insidensi antara usia 20-40 tahun,dan prevelansi pada lansia lebih kecil dibandingan pada dewasa muda. Pada usia lanjut seringkali gangguan cemas ini merupakan kelanjutan dari dewasa muda. Awitan yang terjadi pada usia lanjut biasanya berhubungan /sekunder akibat depresi, penyakit medis, efek samping obat atau gejala penghentian mendadak  dari suatu obat.
- Psikosis pada usia lanjut
Berebagai bentuk psikosis bisa terdapat pada usia lanjut, baik sebagai kelanjutan keadaan dewasa muda atau yang timbul pada usia lanjut pada dasarnya jenis dan penatalaksanaannya hamper tidak berbeda dengan  yang terdapat pada populasi dewasa muda. Walaupun beberapa jenis khusus akan disinggung sedikit berikut.
- Parafrenia, adalah suatu bentuk skizofrenia lanjut yang sering terdapat pada usia lanjut yang ditandai dengan waham (biasanya waham curiga dan menuduh), sering penderita merasa tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga berniat membunuhnya. Biasanya terjadi pada individu yang terisolasi atau menarik diri dari kegiatan sosial. Apabila waham tersebut menimbulkan keributan antar tetangga atau bahkan skandal, pemberian terapi dengan derivate fenotiasin sering bisa menenangkan.
-Sindroma Diogenes, adalah suatu keadaan dimana seorang lanjut usia menunjukkan penampakan perilaku 
yang sangat terganggu. Rumah atau kamar yang sangat kotor, bercak dan bau urin dan feses dimana-mana. 
Tikus. Tikus berkeliaran, penderita menumpuknya barang-barangdengan tidak teratur. Individu lanjut usia yang menderita keadaan ini biasanyamempunyai IQ yang tinggi, 50% kasus intelektualnya normal. Mereka biasanya menolak untuk dimasukkan ke institusi. Upaya untuk mengadakan pengaturan/pembersihan rumah /kamar, biasanya akan gagal karena setelah beberapa waktu hal tersebut akan terulang kembali.

Kesimpulan
Bahwa pelayanan geriatri di Indonesia sudah saatnya diupayakan di seluruh jenjang pelayanan kesehatan di Indonesia. Untuk itu pengetahuan mengenai geriatrik harus sudah merupakan pengetahuan yang diajarkan pada semua tenaga kesehatan, dalam hal ini pengetahuan mengenai psikogeriatri atau kesehatan jiwa pada usia lanjut merupakan salah satu di antara berbagai pengetahuan yang perlu diketahui. Tatacara pemeriksaan dasar psikogeriatri oleh karena itu sering disertakan dalam pemeriksaan/assessment geriatri, antara lain mengenai pemeriksaan gangguan mental. Kognitif, depresi dan beberapa pemeriksaan lain.


Referensi
Direktorat kesehatan jiwa.1982. Pedoman Pengelolaan Jiwa dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia. Jakarta:Dep Kes RI.

Gunadi H.1984.Problematik Usia Lanjut Ditinjau Dari Sudut Kesehatan Jiwa.Jakarta: Jiwa XVII(4):89-97.

Pranaka.2010.Buku Ajar Boedhi Darmojo Geriatri(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) edisi ke 4.Jakarta:Balai Penerbit Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia

Roger Watson.2003.Perawatan pada Lansia.Jakarta:EGC.

Wahit Iqbal Mubarak,dkk.2006.Buku Ajar Ilmu Keperawatan Komunitas 2 Teori dan Aplikasi dalamPraktek dengan Pendekatan Askep Komunitas, Gerontik dan Keluarga.Jakarta:Sagung Seto.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar